Permasalahan Semantik Tentang CSR di Indonesia

By:

Melihat CSR dari sudut pandang ilmu linguistik, yaitu sub disiplin ilmu semantik. Agak capek dan berulang, kenapa CSR selalu salah kaprah bahkan hingga 2022 ini ?

Salah kaprah praktik Corporate Social Responsibility (CSR) sudah terlalu mengakar di kultur perusahaan. Masyarakat sebagai subjek tanggung jawab sosial perusahaan dianggap sebagai korban.

Untuk menjalankan fungsi CSR sesuai aturan, perusahaan selama ini hanya memaknai dengan membagi – bagikan uang atau bantuan lain kepada masyarakat sekitar. Imbasnya, ini semacam sogokan dari perusahaan agar masyarakat sekadar diperhatikan.

Padahal dalam kondisi saat ini, fungsi CSR seperti itu tidak berlaku lagi. Perusahaan dituntut lebih luas dalam memberdayakan masyarakat melalui program – program CSRnya. Peraturan hukum mengenai pelaksanaan CSR dinilai tidak jelas. Penjelasan yang minim mengakibatkan pemahaman para pelaku usaha salah kaprah. Kurangnya aturan – aturan pelaksanaan pengaturan CSR di Indonesia ini sangat jelas. Kalau kita lihat Peraturan Pemerintah (PP) juga masih sangat minim. Akibatnya, bentuk dan wujud CSR yang diimplementasikan para pelaku usaha tidak sesuai dengan Undang – Undang. Salah kaprahnya, para pelaku usaha juga memandang CSR sebagai kegiatan sukarela atau charity dengan cara membagi – bagikan sembako.

Banyak perusahaan yang membuat CSR menjadi etalase untuk pencitraan. Bahkan ada pula Pemerintah Daerah (Pemda) yang menganggap program CSR dapat dimasukkan ke APBD. Konsep demikian benar – benar tidak tepat. Karena itu, sejak awal perusahaan harus memiliki konsep mengenai CSR. Beberapa lembaga baik Internasional maupun nasional telah menetapkan petunjuk dalam melaksanakan CSR. Lembaga global seperti World Bank yang banyak mendanai pembangunan seperti bendungan, jalan, dan perumahan bagi masyarakat miskin menganggap CSR sebagai komitmen bisnis yang dikontribusikan untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan.

Di Indonesia, praktik CSR yang dilakukan oleh perusahaan baik milik negara maupun swasta banyak yang tidak sesuai dengan visi dan misi perusahaan, khususnya perusahaan – perusahaan yang ranah usahanya bergantung pada sumber daya alam. Padahal sudah dijelaskan bahwa perusahaan yang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam berkewajiban untuk bertanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitar perusahaan yang beroperasi.  Selain kurang tepat dalam mengadakan kegiatan CSR, lemahnya hukum dalam pelaksanaan kegiatan CSR juga menjadi penyebab kurang optimalnya kegiatan CSR juga menjadi penyebab kurang optimalnya kegiatan CSR di Indonesia. Terbukti dengan lemahnya hukum di Indonesia, terdapat beberapa perusahaan yang hanya membuat janji – janji manis mengenai pelaksanaan CSR.

Contoh penyimpangan kewajiban perusahaan dalam melakukan CSR yakni beberapa perusahaan tambang batu bara di Kalimantan. Seharusnya daerah di sekitar pertambangan menikmati dampak positif dari adanya proyek tersebut, misalnya perekonomian daerah tersebut menjadi berkelanjutan dan penataan kawasan yang lebih maju karena adanya reklamasi dan revegetasi (perbaikan lingkungan dengan penanaman kembali dan pemeliharaan) di kawasan bekas tambang.

Kenyataannya, bekas tambang batu bara tersebut malah memakan banyak korban akibat tidak direklamasi dan revegetasi. Selain memakan korban, juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan berdampak nuruk bagi kesehatan karena lubang bekas tambang berisi air yang mengandung asam.

Meskipun begitu, tidak semua perusahaan yang ada di Indonesia melakukan penyimpangan dalam melaksanakan kegiatan CSR. Masih banyak perusahaan – perusahaan besar yang peduli dan bertanggung  jawab sosial kepada masyarakat di sekitar perusahaan dengan visi dan misi perusahaan.

Contohnya, PT Unilever Indonesia Tbk. dengan program CSR yang bernama Yayasan Unilever Indonesia (YAI) yang memiliki tiga pilar CSR yakni pilar peningkatan taraf hidup, pilar lingkungan serta pilar kesehatan, kesejahteraan dan nutrisi. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, pemasaran, dan distribusi barang.

Menurut penulis, beberapa kegiatan CSR PT Unilever Indonesia Tbk. sudah tepat. Sebagai salah satu perusahaan yang memproduksi kecap, kegiatan CSR PT Unilever Indonesia yaitu pemberdayaan petani kedelai hitam beberapa daerah Indonesia. Dalam menciptakan kedelai hitam yang berkualitas, PT Unilever Indonesia bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada.

Pemberdayaan ini mengacu pada Unilever Sustainable Agriculture Code (USAC) dan kebijakan perolehan bahan baku yang bertanggung jawab atar responsible sourcing policy unilever yang bertujuan untuk memastikan bahwa bahan – bahan baku produksi memiliki dampak minimal terhadap lingkungan dan mendorong perbaikan para petani kedelai dalam budidaya sehingga menghasilkan panen yang berkualitas. Dari uraian di atas, CSR memang penting dan wajib dilakukan oleh pelaku usaha atau perusahaan karena tujuan bisnis bukan semata – mata hanya untuk mencari keuntungan, tetapi untuk membantu dan memudahkan kehidupan masyarakat. Untuk itu, harapannya perusahaan – perusahaan di Indonesia baik milik negara maupun swasta dapat melaksanakan program CSR sebagaimana mestinya, bukan hanya sebagai formalitas untuk meningkatkan eksistensi perusahaan dan agar terhindar dari sanksi.

Dalam analisis penulis, terdapat makna semantik CSR yang mengalami perubahan pada bahasa korporasi yaitu kategori perubahan makna menyempit dan perubahan makna secara total. Perubahan makna menyempit ditemukan sebanyak 2 makna yaitu 1) CSR disamakan dengan pengembangan masyarakat; dan 2) CSR disamakan dengan filantropi.

Sedangkan perubahan makna secara total ditemukan sebanyak 11 makna yaitu 1) CSR dianggap hanya terkait dengan aspek sosial; 2) CSR dilaksanakan oleh satu bagian dalam perusahaan; 3) CSR dilakukan tergantung kenuntungan perusahaan; 4) CSR hanya untuk perusahaan besar saja; 5) CSR merupakan tempelan atas operasi perusahaan; 6) CSR hanya untuk jenis usaha tertentu; 7) CSR berakhir ketika produksi telah dibeli oleh konsumen; 8) CSR hanya menambah biaya saja; 9) CSR hanyalah upaya meningkatkan citra perusahaan; 10) CSR boleh dilaksanakan boleh juga tidak; 11) CSR hanya berfokus pada kepentingan eksternal perusahaan.

Penulis : Dodik Murdiyanto

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: , , ,